Sejarah Kerah Kemeja Pria, Awalnya Simbol Kelas Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa definisi kerah adalah leher baju (yang kaku) dan kerah kemeja adalah kerah dengan ujung bulat atau runcing yang dijahitkan ke bagian leher dan turun mengikuti arah, bagian belakang lebih tinggi daripada bagian depan. Lebih jelasnya seperti pada gambar di bawah ini.

Kerah kemeja pertama kali dipopulerkan di dunia barat. Potongan kain dengan desain tertentu yang melingkari leher tersebut mungkin saja diartikan hanya sebagai pemanis, tetapi ternyata bernilai lain dari kebanyakan dugaan kita. Meski kerah di pakaian era modern berkaitan dengan pakaian zaman dahulu, tapi kerah belum benar-benar ada di dunia Barat hingga pertengahan tahun 1400-an.

Pada waktu itu, kaum bangsawan belum dipandang berpakaian baik jika tidak memiliki kerah kaku berwarna putih salju. Salah satu ilustrasi yang menarik untuk disimak adalah gambar William Shakespeare yang begitu terkenal dengan kerah ukuran XXL-nya.

Seorang ahli sejarawan seni dan fesyen Sarah Lorraine mengatakan, hingga pertengahan abad ke-15, pakaian pria cenderung memiliki garis leher yang bervariasi dari dasar leher hingga apa yang orang modern sebut 'garis leher perahu', atau garis leher sendok. Lorraine menunjukkan lukisan dari tahun 1200-an, di mana menurut Wikimedia, Hanun mempermalukan duta besar David dengan memangkas tunik dan jenggotnya. Artinya, tidak ada yang menginginkan kerah hingga abad ke-13.

Dikutip dari laman Melmagazine, kerah yang berdiri baik pada kemeja dan pakaian dalam mulai muncul pada pertengahan tahun 1400-an dan berlanjut hingga abad ke-16 dengan evolusi kerah lipit berukuran besar atau biasa disebut dengan ruff, kerah yang tidak menempel ke kemeja. Kerah ini pada sekitar tahun 1500-an bernilai tinggi, sama halnya dengan kita yang memakai jam tangan jutaan rupiah pada saat ini.

Dalam The Time Traveler's Guide to Elizabethan England, Ian Mortimer menulis bahwa pada tahun 1580-an dan 1590-an, ruff dibuat dari 5,5 meter bahan yang diikat, dengan 600 lipatan di dalamnya, yang memanjang hingga 2,5 sentimeter (cm) atau lebih dari leher. Namun kegilaan terhadap ruff tidak berlangsung lama, ruff sulit dan mahal pemeliharaannya.

Evolusi pragmatis kerah lainnya muncul pada sekitar tahun 1830-an saat kerah yang bisa dilepas ditemukan. Kerah ini sama dengan kerah modern pada saat ini, hanya saja dijual terpisah dari kemejanya. Kerah yang bisa dilepas ini merupakan cara untuk menghindari kegiatan mencuci. Karena kerah paling mudah dilihat dari kemeja, dan bagian yang mudah kotor, sehingga memisahkannya agar mudah mencucinya.

Popularitas kerah yang bisa dilepas dan kerah yang kaku secara umum mulai memudar pada sekitar tahun 1920-an. Bruce Boyer menulis di True Style, dimulai di tahun 1930-an, tampilan kerah mulai berubah. Bahan yang lebih ringan dan perilaku sosial yang lebih santai berkontribusi terhadap pakaian kemeja pria lebih nyaman.

0 comments:

Post a Comment