Memahami Simbol Pada Label Pakaian

Simbol Pada Label Pakaian – Setiap pakaian baru bermerek yang Anda beli pasti memiliki label yang ada simbol-simbolnya. Label tersebut dapat dijahit langsung di dalam pakaian, seperti di bagian dalam kerah atau di gantung di bagian tertentu seperti lengan, atau keduanya. Apabila letaknya di dalam pakaian maka label tersebut akan tetap ada atau awet, tetapi label yang digantung akan dibuang begitu baju tersebut dipakai. 

 

Namun, apakah Anda memahami simbol pada label pakaian itu? Simbol-simbol pada label pakaian sebenarnya merupakan petunjuk penting bagi kita ketika hendak membersihkan pakaian atau dengan kata lain petunjuk perawatan untuk pakaian tersebut.


“Simbol pada label pakaian dirancang untuk menjadi jalan pintas yang berguna, tetapi kami menemukan bahwa banyak orang mengabaikannya,” kata Lindsey Boyd, pendiri The Laundress, dikutip dari Well and Good. Ia menambahkan bahwa memahami label pakaian dapat bermanfaat untuk mencuci dan merawat pakaian dengan benar atau untuk meminimalisir kerusakan pada pakaian.


Meskipun jasa laudry atau pencucian pakaian telah menjamur dengan biaya yang terjangkau sehingga kita dapat dengan mudah mempercayakan perawatan pakaian kepada mereka, tetapi hal itu pasti tidak dilakukan setiap saat. Ada waktu tertentu sehingga Anda harus melakukannya sendiri. Selain itu, ada beberapa resiko ketika kita menggunakan jasa laundry, misalnya pakaian hilang atau tertukar. Oleh karena itu, mari memahami simbol pada label pakaian!


Ada beberapa simbol pada label pakaian. Setidaknya seperti yang tertera pada gambar di bawah ini, yaitu washing, bleaching, drying, ironing, dan dry cleaning. Kelima simbol itu merupakan dasar dari simbol-simbol yang lainnya yang merupakan pelengkap, misalnya garis, titik, dan silang.


Pencucian (Washing)



Pencucian (washing) biasanya disimbolkan dengan wadah yang berisi air. Pelengkapnya berupa garis, titik, gambar tangan, dan silang. Atau berisi keterangan tulisan suhu yang berupa angka.
•    garis di bawah wadah – keterangan untuk pengaturan tingkat putaran pada mesin cuci. Tidak ada garis, menunjukkan putarannya normal. Satu garis menunjukkan putaran sedang. Dua garis menunjukkan putaran lambat.
•    tangan – instruksi agar pencucian dilakukan dengan tangan, tidak dianjurkan dengan mesin cuci.
•    silang – tidak dianjurkan untuk dicuci dengan tangan dan mesin cuci. Harus dengan penanganan khusus seperti proses dry clean atau dilakukan oleh binatu berpengalaman.
•    angka – suhu yang diperbolehkan pada saat mencuci. Biasanya dalam ukuran celcius. Suhu tidak boleh melebihi dari angkat tersebut.
•    titik – titik merupakan bentuk simbol lain untuk keterangan suhu. Pada umumnya label hanya sampai 3 titik, yaitu dingin, hangat, dan panas. Jika lebih dari itu maka sesuaikan dengan gambar untuk keterangan pastinya.


Pemutihan (Bleaching)



Pemutihan (Bleaching) menggunakan symbol segitiga. Pelengkapnya antara lain yaitu garis dan silang.
•    silang – tidak dianjurkan untuk menggunakan pemutih dalam proses pencuciannya.
•    dua garis – boleh menggunakan pemutih dengan bahan yang hanya mengandung chlorine.
•    hanya segitiga – boleh menggunakan semua jenis pemutih.
 

Penyetrikaan (Ironing)



Penyetrikaan (Ironing) disimbolkan langsung dengan gambar setrika sehingga kita lebih mudah memahaminya. Pelengkapnya antara lain adalah berupa titik, silang, dan dua garis dengan silang yang ada di bagian bawahnya.
•    titik – keterangan untuk pengaturan suhu yang dianjurkan. Terdiri hingga 3 titik yang memiliki arti level suhu yaitu low, medium, dan high.
•    silang – tidak boleh disetrika, tanpa silang maka boleh disetrika.
•    silang di bawah – penyetrikaan tidak boleh menggunakan setrika uap.
 

Dry Cleaning


Simbol dasar berupa lingkaran atau bulat dan pelengkapnya berupa huruf “A”, “P”, “F”, “W,” dan tanda silang.


huruf A atau hanya lingkaran – dry cleaning boleh menggunakan semua jenis bahan larutan kimia.
 

huruf P – dry cleaning dapat menggunakan bahan larutan kimia standar, misalnya Perchloroethylene, R113, dan Hydrocarbon.
 

huruf F – dry cleaning dianjurkan hanya menggunakan bahan larutan kimia berbasis petroleum seperti R113 dan hydrocarbon.
 

huruf W – dry cleaning tidak dianjurkan menggunakan larutan kimia apapun (tanpa bahan kimia).
silang – pakaian tidak dianjurkan menggunakan dry cleaning.
 

Pengeringan (Drying)


Terdapat dua symbol utama yang biasa dipakai untuk mewakili pengeringan (drying), yaitu kotak yang artinya pengeringan tanpa mesin cuci atau dijemur dan kotak dengan lingkaran di dalamnya, artinya pengeringan dengan mesin cuci.
 

Pengeringan tanpa mesin cuci


nomor 1 – Pengeringan (menjemur) boleh menggunakan gantungan/hanger.
nomor 2 – Pakaian dapat dijemur seperti biasa menggunakan tempat jemuran, tanpa hanger/gantungan.
nomor 3 – Namanya dry flat. Dijemur pada permukaan yang rata.
nomor 4 – Tidak dianjurkan dijemur pada paparan sinar matahari langsung.
nomor 5 – tidak boleh diperas.
nomor 6 – Tidak dianjurkan dijemur. Harus dikeringkan dengan pengering pada mesin cuci.
 

Pengeringan dengan mesin cuci


dengan titik – keterangan untuk pengaturan (setting) suhu pada mesin pengering.
 

garis – keterangan pengaturan tingkat putaran pada mesin pengering. Satu strip artinya cepat sedangkan dua strip artinya lebih lambat.
 

lingkaran hitam – tidak boleh ada panas (no heat) pada saat proses pengeringan.
 

tanda silang – tidak dianjurkan dikeringkan dengan mesin, harus dengan dijemur.
 

Berbagai symbol di atas meskipun terlihat sederhana tetapi fungsinya sangat bermanfaat untuk merawat pakaian kita. Agar lebih cepat memahaminya, silahkan langsung praktik saja. Cobalah periksa label pada pakaian Anda. Apakah selama ini sudah sesuai proses perawatannya?

Kampua

Satu lagi kekayaan Nusantara yang patut untuk dicermati dan diteliti, yaitu uang. Namun bukan uang sembarang, karena membuatnya dengan cara ditenun. Uang tersebut adalah Kampua. Menarik bukan ? Uang Kampua digunakan sebagai alat tukar yang sah hanya diwilayah tertentu yaitu mayoritas di Sulawesi Tenggara (Kerajaan Buton) dan sebagian kecil di Bone, Sulawesi Selatan pada abad 14 hingga 19.

Meski dibuat dengan cara ditenun dari serat selulosa, namun bukan berarti mudah untuk dipalsukan. Hal itu bisa terjadi karena yang menenun uang tersebut hanya putri kerajaan dengan corak-corak yang berganti setiap tahunnya. Kemudian ada pengawasan ketat yang dilakukan oleh panitia pengawas atau disebut Bonto Ogena, dibawah Menteri Besar Kerajaan.



Selain itu, luasnya pun tertentu, panjang sekitar 14 cm dan lebar 17 cm. Ukuran tersebut merupakan standar yang ditetapkan sesuai dengan ukuran telapak tangan (tulang pergelangan hingga ujung jari tangan) Bonto Ogena yang berkuasa. Peredarannya pun dikendalikan olehnya. Dialah yang melakukan pengawasan dan pencatatan atas setiap lembar kain kampua, baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-potong.

Belanda memasuki wilayah Buton kira-kira tahun 1851, fungsi kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai digantikan oleh uang-uang buatan “Kompeni”. Ditetapkan bahwa nilai tukar untuk 40 lembar kampua sama dengan 10 sen duit tembaga atau setiap empat lembar kampua mempunyai nilai sebesar satu sen. Walaupun demikian, kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan Buton sampai 1940.

Catatan lengkap mengenai uang tersebut belum bisa ditemukan hingga kini, sehingga merupakan suatu tantangan bagi para pelaku sejarah (juga pelaku tekstil), untuk dapat menggali informasi lainnya, seperti motif-motif yang dibuat, model alat tenun, zat warna yang digunakan, dan sebagainya.    

Kampua bisa dilihat jika kita berkunjung ke Museum Bank Indonesia di Jakarta dan Museum Mpu Tantular Surabaya.

Sejarah Sablon

Istilah teknik Cetak Saring tidak begitu dikenal di Indonesia. Istilah populer yang dipakai di Indonesia adalah Cetak Sablon yang berasal dari bahasa Belanda, yakni Schablon. Kata ini berakulturasi sehingga menjadi bahasa serapan dan bermetamorfosis menjadi sablon. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata sablon didefinisiskan sebagai pola berdesain yang dapat dilukis berdasarkan contoh.


Sablon dilakukan untuk mencetak berbagai media visual seperti, kertas, kain, plat dan media lain yang tidak mengandung air. Cetak sablon digunakan untuk melakukan reproduksi desain, seperti kartu nama, kartu undangan, T’shirt, stiker, dan lain-lain. dengan kuantitas lebih dari satu untuk menghasilkan hasil yang serupa.


Cetak sablon telah lama dikenal dan digunakan oleh bangsa Jepang sejak Tahun 1664. Ketika itu dikembangkan oleh Miyasaki dan Zisukeo Mirose dalam mencetak beraneka motif Kimono. Penggunaan teknik sablon dalam Kimono ini dilatar belakangi oleh kebijakan Kaisar Jepang yang melarang penggunaan kimono bermotif tulis tangan. Pasalnya Kaisar Jepang sangat prihatin dengan tingginya harga kimono yang bermotif tulis tangan yang beredar di pasaran. Hingga mulai saat itu kimono yang menggunakan motif dari cetak sablon mulai banyak digunakan oleh masyarakat Jepang. Akan tetapi cetak sablon pada saat itu belum berkembang dengan baik karena pengunaan kain kasa atau Screen belum di kenal. Pada saat itu penyablonan masih menggunakan teknik pencapan atau menggunakan model cetakan yang sering disebut dengan mal.

Pada tahun 1907, seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Samuel Simon, mengembangkan teknik sablon menggunakan chiffon sebagai pola cetakan. Chiffon merupakan bahan rajut yang terbuat dari benang sutra halus. Bahan rajut inilah sebagai cikal bakal kain kasa yang di kenal sekarang ini. Menyablon dengan cara ini adalah tinta yang akan dicetak akan dialirkan melaui kain kasa atau kain saring, sehingga gambar yang akan tercetak akan mengikuti pola gambar yang ada pada kain saring tersebut. Maka menyablon dengan teknik tersebut di sebut dengan silk screen printing yang berarti mencetak dengan kain saring sutra.

Surjan, Pakaian Muslim Rancangan Para Wali

Pakaian Surjan adalah pakaian resmi pria khas Jawa terutama Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pakaian ini biasa dipakai ketika pelaksanaan upacara adat. Biasanya surjan dipadukan dengan blankon. Motif surjan pada awalnya hanya lurik yang melambangkan kesederhanaan, namun seiring waktu dikembangkan pula surjan dengan motif bunga. Kata Surjan itu sendiri sesungguhnya berakar dari bahasa Arab, yakni Siraajan yang artinya adalah lampu atau dalam bahasa Jawa disebut Pepadhang.

Di dalam keraton, ukuran garis lurik menunjukan jabatan seseorang. Semakin besar ukuran motif luriknya maka semakin tinggi jabatannya. Sedangkan motif bunga, hanya kalangan pejabat atau bangsawan yang berhak memakaianya.

Pakaian Warisan Wali

Menurut Wakil Ketua PWNU DIY, M. Jadul Maula, bahwa pakaian Surjan dirancang oleh Wali untuk menegakkan rukun Islam dan Iman. Surjan memiliki lima kancing baju, tiga kancing terdapat dibagian depan dan tertutup, dua kancing atau sisanya terletak di bagian leher. Masih menurut wakil Ketua PWNU DIY, M. Jadul Maula, lima kancing tersebut memiliki filosofi tertentu yaitu melambangkan rukun islam yang lima. Tiga kancing yang di depan didesain  tertutup untuk melambangkan Syahadat, Sholat, dan Puasa sebagai representasi ibadah privat yang tidak boleh riya. “Mengapa tertutup? Karena seseorang tidak butuh dilihat orang lain ketika menjalankan tiga hal tersebut. Itulah etika untuk menjalankan ibadah,” tambahnya. Sedangkan dua rukun Islam lainnya, yaitu Zakat dan Haji dilambangkan pada dua kancing yang terdapat di leher dan terlihat. Artinya dua ibadah tersebut justru perlu untuk diungkapkan kepada orang lain. Seperti, ketika hendak dan selesai melaksanakan ibadah haji, mengadakan tasyakuran. Ketika baju Surjan dipadukan dengan Blangkon di kepala, maka jadilah ia memiliki filosofi rukun Iman yang berjumlah enam. “Artinya, martabat kita ditegakkan dengan rukun iman yang enam itu,” tambahnya.

Dari filosofi tersebut maka sudah selayaknya pakaian surjan ini diartikan sebagai pakaian takwa karena nilai-nilai islamnya yang kental. Namun di Indonesia yang disebut pakaian takwa adalah baju koko. Ini pula yang disesalkan oleh Jadul Maulana. Beliau mengingatkan kita, umat Islam agar tidak hanya melihat surjan ini sebagai tradisi yang lepas dari ajaran wali. Dia mengaku heran, di kalangan umat Islam Indonesia selama ini malah beredar pemahaman bahwa baju muslim adalah baju koko. Padahal, baju yang sering diasosiasikan sebagai baju taqwa itu merupakan baju atau pakaian khas China.
 

Perkembangannya
 

Surjan sudah digunakan sebagai fashion pada masyarakat umum terutama di daerah Jawa saat ini. Dipakai oleh berbagai kalangan dari anak-anak hingga dewasa dengan desain yang dipadu-padankan dengan bawahan celana jeans, menggunakan kancing terbuka seluruhnya, dan memakai kaos di dalamnya. Motif surjan juga digunakan untuk keperluan lainnya seperti bahan kain tas dan dompet. Motif surjan saat ini banyak dijual terutama di kota Yogyakarta. Motif surjan lurik untuk masyarakat umum berbeda dengan yang digunakan oleh keraton. Warna kainnya lebih beragam dan garisnya lebih lebar.

Ketika ditanyakan kepada salah seorang pegiat budaya tentang keadaan tersebut, beliau tidak setuju, karena keadaan itu akan merubah makna dan tidak memiliki filosofi lagi. Bahkan surjan jika sudah diberi penyangga pundak yang kaku seperti jas , tidak dapat dikatakan sebagai surjan lagi, karena sudah menyerupai jas yang mengacu pada budaya luar negeri.

Tahapan Proses Produksi Garmen

Pada umumnya tahapan proses produksi garmen adalah: pemesanan bahan baku (order), inspeksi bahan baku (inspection), pembuatan pola garmen (pattern maker), pemotongan (cutting), penjahitan/perakitan (sewing), dan finishing. Penjelasan dari masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:   

1. Pemesanan Bahan Baku (Order)

Pemesanan bahan baku (order) dilakukan berdasarkan rencana produksi yang telah disusun. Kain dan aksesorisnya dipesan sesuai dengan spesifikasi permintaan dari pembeli (buyer) atau rencana produksi. Tahap Pemesanan ini sangat penting karena apabila terdapat bahan baku yang tidak diterima, baik seluruhnya atau sebagian pada waktu jadwal produksi maka berisiko menimbulkan keterlambatan pengiriman produk akhir.

2. Inspeksi Bahan Baku (Inspection)

Bahan baku seperti kain dan kancing yang dipesan dari suplier kadang-kadang spesifikasinya berbeda dengan perjanjian awal. Oleh karena itu, sebelum digunakan di proses produksi terlebih dahulu dicek kualitas dan kuantitasnya. Apabila telah sesuai maka layak untuk diproses selanjutnya tetapi apabila tidak layak (reject) maka harus dipisahkan dan diberi identitas. Apabila bahan baku yang tidak layak kuantitasnya banyak maka kita sebagai pembeli bisa komplain pada suplier karena merugikan.



3. Pembuatan Pola Garmen (Pattern Maker)
Pola garmen adalah gambar dua dimensi dari suatu komponen-komponen pakaian. Misalnya, pola T-Shirt dipecah dalam komponen sedikitnya menjadi empat komponen pola yaitu badan bagian depan dan belakang, lengan, serta rib leher. Selain itu, pada pembuatan pola harus mencakup ukuran/size yang diminta oleh buyer, contohnya size S, M, L, atau XL. Setelah selesai dibuat pola yang mencakup seluruh komponen dan size, pola-pola tersebut disusun dan ditata secara efisien selebar kain yang selanjutnya dinamakan marker. Marker disusun untuk mengoptimalkan pemakaian kain dan biasanya dicetak dalam bentuk kertas selebar kain dengan panjang yang disesuaikan perbandingan size pola-pola yang dimasukan.

4. Pemotongan Bahan (Cutting)
Kain yang sudah diinspeksi dan dinyatakan lolos lalu diurai dari gulungan dan didiamkan selama minimal dua belas jam (relaksasi). Selanjutnya kain digelar (ditumpuk berlapis) dengan tinggi tumpukan tidak melebihi kemampuan mesin potong yang dimiliki. Kain digelar sesuai dengan panjang marker yang dibuat. Marker yang telah dibuat lalu disimpan di bagian paling atas tumpukan dan selanjutnya diberi penjepit atau pemberat agar tidak berubah dimensinya. Proses pemotongan bahan dilakukan dengan mengikuti gambar pola yang tercetak pada marker, menembus lapisan bahan.

5. Penjahitan/Perakitan (Sewing)
Penjahitan atau sewing adalah tahap penggabungan komponen-komponen pakaian menjadi pakaian yang utuh. Bagian ini merupakan bagian yang melibatkan paling banyak tenaga kerja dan variasi mesin-mesin yang digunakannya. Setiap mesin garmen dioperasikan oleh satu orang operator. Setiap operator mesin hanya mengerjakan satu jenis pekerjaan misalnya memasang saku saja atau menyambung kerah saja. Maka dari itu perlu dibuat target waktu untuk setiap jenis pekerjaannya.

6. Finishing
Finishing atau tahap akhir meliputi quality control (pengecekan) akhir pada pakaian yang sudah jadi dan proses pengepakan sesuai permaintaan buyer. Pada pakaian yang tidak lolos atau cacat produksi, apabila masih bisa diperbaiki maka dilakukan proses perbaikan sedangkan yang tidak bisa diperbaiki dikelompokan ke produk reject. Produk reject ini tergantung dari buyer. Ada yang dibolehkan beredar di pasar, ada pula yang harus dimusnahkan.

Sejarah Batik

Kata batik berasal dari kata "amba" dan "titik", yang berarti "menulis titik". Ada juga yang berpendapat bahwa batik secara hipotesis berasal dari akar kata Proto-Austronesian, yaitu "beCik" yang berarti "melakukan tato". Kata ini sendiri kemudian tercatat pertama kali secara resmi dalam bahasa Inggris di Encyclopedia Britannica pada 1880, dengan tulisan "battik".


Secara umum, seni pewarnaan kain dengan teknik perintang menggunakan zat seperti lilin dikenal bahkan sejak periode abad 4 SM di Mesir. Saat itu ditemukan kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam atau zat lilin yang membentuk pola teratur. Di Asia, teknik ini juga ditemukan di Dinasti Tang Cina (618-907 M), India, dan Jepang di periode Nara (645-794 M).



Sedangkan di Indonesia, meskipun kata batik kuat diduga berasal dari bahasa Jawa, tapi G.P. Rouffaer dan N.J. Krom berpendapat bahwa teknik batik diperkenalkan dari India atau Srilanka. Seni batik ini dibawa oleh masyarakat Kalingga-Koromandel dari India ke Jawa pada 4 Masehi, melalui jalur perdagangan. Rouffaer pun menyebut penggunaan alat canting untuk membentuk pola gringsing sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. 

Tapi pendapat ini kemudian dibantah oleh arkeolog J.L.A. Brandes yang menyebut batik sudah dikenal oleh masyarakat Nusantara sejak masa prasejarah. Brandes bersama F.A. Sutjipto mengatakan tradisi batik diperkirakan berasal dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Wilayah Nusantara itu merupakan wilayah yang belum dipengaruhi Hinduisme India, tapi memiliki tradisi kuno dalam membuat batik.

Bahkan, Brandes menyebut batik sebagai satu dari 10 hasil kebudayaan asli Indonesia. Selain batik, kebudayaan itu adalah kemampuan bercocok tanam, kemampuan berlayar dan mengenal arah angin, pertunjukan menyerupai wayang atau seni puppet, kemampuan bermusik dengan alat musik pukul yang ritmis (menyerupai gamelan), kerajinan logam, penggunaan alat ukur, alat tukar dari logam (seperti uang), sistem perbintangan, dan mengenal birokrasi atau susunan masyarakat teratur. 

Tapi, motif batik yang dimaksud tak terbatas pada penggunaan di bahan kain. Karena ragam hias batik juga berkembang di arca, juga candi. Bahkan di arca Prajnaparamita terlihat pakaian dengan detail yang menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang dengan motif yang kompleks, seperti pola batik tradisional asal Jawa yang ditemukan sekarang. Ini memperlihatkan bahwa pola yang batik yang rumit itu telah ada sejak abad ke-13, bahkan lebih awal.


Kini budaya membatik masih dipelihara di Indonesia. Bahkan setiap daerah punya kekhasan pola hiasnya masing-masing. Dengan penetapan dari UNESCO, Indonesia pun memiliki kebanggaan sebagai pewaris kebudayaan batik yang diakui dunia.

PERBEDAAN TEKSTIL DAN GARMEN

Pembahasan tentang istilah tekstil dan garmen seperti tumpang tindih, sehingga sering kali bagi sebagian besar pihak dapat keliru dalam memahaminya. Kesalahfahaman tersebut bisa jadi karena kurangnya pengetahuan atau informasi tentang batasan apa saja yang terkait dengan “tekstil” dan “garmen.


Istilah tekstil berasal dari serapan bahasa inggris yaitu “textile,” asal katanya diambil dari bahasa latin yaitu “texere” yang artinya adalah ‘yang ditenun.’ Istilah tersebut mengindikasikan bahwa teknik pembuatan kain dengan cara ditenun merupakan teknik yang paling dahulu ditemukan dibandingkan dengan teknik-teknil lainnya misalnya dirajut atau dikempa


Tekstil dapat dibahasakan pula sebagai proses pembuatan kain. Proses ini tidak berdiri sendiri tetapi harus ditunjang oleh proses sebelumnya yaitu pembuatan benang. Proses pembuatan benang pun perlu ditunjang oleh proses sebelumnya yaitu pembuatan serat (serat-serat buatan). Oleh karena itu istilah tekstil dalam dunia industri cenderung mencakup tiga proses yang saling berkaitan yaitu proses pembuatan serat (fiber making mill), pembuatan benang (spinning mill), dan proses pembuatan kain (fabric mill) itu sendiri.


Sedangkan Istilah “garmen” berasal dari serapan bahasa inggris yaitu “garment” yang artinya pakaian jadi. Selain garmen, istilah lain yang biasa digunakan untuk menunjukan pakaian jadi adalah “apparel” yang juga berasal dari bahasa inggris, tetapi maknanya lebih khusus pada pakaian jadi yang dipajang di toko-toko atau display. Garmen maknanya lebih condong kepada proses pembuatannya, sehingga garmen dapat diistilahkan sebagai proses pembuatan pakaian jadi.


Walaupun garmen membutuhkan kain sebagai bahan bakunya, tetapi tidak serta merta istilah garmen mencakup makna proses pembuatan kain secara umum. Garmen maknanya lebih spesifik pada proses menambah nilai jual dari bahan tekstil. Dalam ruang lingkup bisnis atau istilah yang digunakan sebagai nama suatu perusahaan/ industri, perusahaan tekstil memiliki cakupan bisnis yang lebih luas sedangkan “garmen” hampir pasti pabrik tersebut berbisnis di bidang pembuatan pakaian jadi. Apabila kita menemukan industri/perusahaan yang ada kata “tekstil” belum tentu sekedar satu bidang garapan bisnis saja misalnya hanya menenun kain saja, karena cakupan bisnisnya bisa lebih luas sampai ke pembuatan serat dan pembuatan pakaian jadi.

Inilah Perbedaan Serat Stapel dan Serat Filamen

Ditinjau dari panjangnya, serat tekstil terdiri dari dua jenis, yaitu stapel dan filamen. Stapel panjangnya bisa mencapai 15 cm dan yang lebih dari itu disebut filamen. Stapel berasal dari alam dan buatan (sintetis) begitu pula filamen. Contoh stapel yaitu serat kapas sedangkan filamen, contohnya adalah serat sutera.

Serat filamen sintetis dibuat dengan cara pemintalan leleh atau basah, hasil seratnya langsung berbentuk filament atau untaian panjang. Serat stapel sintetis dibuat dengan cara memotong-motong serat filamen sintetis sesuai karakter yang diinginkan sehingga terkategori stapel.


                                                                        gambar serat stapel


Kedua jenis serat tersebut dibentuk atau diproduksi berdasarkan permintaan atas kebutuhan pasar. Serat stapel dapat dipuntir (spinning) dalam proses pemintalan untuk menghasilkan benang. Pada proses spinning, dengan bahan baku berbentuk stapel akan memudahkan pencampuran bahan baku yang berbeda (mixing), misalnya stapel kapas dicampur dengan stapel poliester atau rayon viskosa sehingga membentuk benang dengan komposisi Kapas-Poliester atau Kapas-Rayon viskosa.

Filamen dapat diproduksi dalam ukuran serat maupun dalam ukuran benang. Filamen dalam ukuran serat misalnya spandek (poliuretan) yang memiliki sifat elastis. Spandex yang berbentuk filamen dapat dicampur atau disisipkan pada proses spinning dengan serat yang berbentuk stapel sehingga menghasilkan benang yang memiliki daya elastisitas lebih tinggi. Untuk filamen dalam ukuran benang salah satunya diproduksi dengan tujuan penggunaan tunggal misalnya tali pancing yang dibuat dari satu filamen berbahan nilon.


                                                                        Gambar serat filamen


Itulah sekilas tentang perbedaan serat stapel dan serat filamen. Untuk memudahkan dalam memahami dan menyenangi dunia pertekstilan, baca juga : Inilah Pengertian Tentang Tekstil.

Inilah Pengertian Tekstil

Apa yang ada di benak kita ketika mendengar kata "tekstil" ? Barangkali sebagian besar dari kita akan langsung berfikir atau tertuju pada sebuah kain, benang, pakaian, atau bingung sama sekali. Tapi tahukah Anda bahwa tekstil memiliki arti yang lebih luas dari hanya sekedar kain, benang, atau pakaian ?


Tekstil sebenarnya berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang atau benda yang bahan bakunya berasal dari serat (kapas, polyester, rayon, atau pun yang lainnya) yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam / ditenun (weaving), dirajut (knitting), atau dikempa (non-woven) menjadi misalnya kain yang dapat digunakan untuk bahan baku produk tekstil misalnya baju.

 


Produk tekstil berupa pakaian di dunia pertekstilan biasa disebut dengan garment, tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri. Jadi sebenarnya istilah tekstil tidak harus selalu disamakan dengan kain, namun lebih luas dari itu. 

 

Tekstil dapat digunakan untuk menyebut bahan apa saja yang terbuat dari benang, sedangkan kain merupakan hasil jadinya yang sudah bisa digunakan. 

 

Contoh produk-produk tekstil diantaranya adalah : sarung tangan golf, peredam suara, gorden, cover jok mobil, dan seragam militer anti radar.

Kaos Traveling Anti Bakteri yang Tahan Pakai Hingga Dua Minggu

Seperti kita ketahui bahwa traveling memang merupakan salah satu aktifitas yang sangat menyenangkan bagi banyak orang. Tapi, sebelum melaksanakan aktifitas tersebut dibutuhkan beberapa persiapan yang lumayan ribet, seperti memperhitungkan berapa banyak kaos dan barang lainnya yang harus dibawa dalam tas kita yang sempit.


Dan khusus untuk kaos, kini kita tidak perlu terlalu khawatir lagi atau setidaknya mengurangi kekhawatiran tersebut. Kita dapat menghemat ruang pada tas traveling dengan cara mengurangi jumlah kaos yang dibawa dari biasanya. Hal itu tidak lain karena saat ini sudah ada kaos traveling inovasi terbaru yang membuat packing tas kita menjadi lebih simpel.



Seperti diberitakan oleh phimeo.com, kaos traveling tersebut ternyata memiliki kelebihan tersendiri, yaitu dapat tahan pakai hingga dua minggu tanpa bau, meskipun kita tidak mencucinya. Hal ini dikarenakan bahan wol merino yang digunakan memiliki sifat antibakteri alami yang bisa menyalurkan bau tubuh ke udara. Kelebihan lainnya adalah, wol merino tersebut bisa cepat kering dan tidak mudah kusut, sehingga kita tidak perlu menjemur dan menseterika saat mengeluarkannya dari koper.


 

Berikutnya adalah bahan kaos tersebut ternyata breathable juga, sehingga membuat kaos keluaran Kanada yang diberi nama Unbound Apparel, nyaman digunakan dalam cuaca dingin dan panas, karena bahan ini bisa otomatis menghangatkan dan menyegarkan tubuh.


Unbound Apparel (nama clothing line) juga merilis kaus kaki dan underwear pria khusus traveling yang memiliki kelebihan yang sama, yaitu tidak mudah bau karena bahan yang sangat bagus. 

Kain Tenun Sumba

Kearifan lokal dimiliki oleh setiap masyarakat yang hidup sangat dekat dengan alam dan budaya. Nilai-nilai adat istiadat turut menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan alam ini. Salah satunya dimiliki oleh masyarakat Sumba.  


Sumba merupakan salah satu pulau di gugusan kepulauan sumba kecil bagian selatan dengan bukit-bukitnya yang tertutupi hamparan padang rumput sabana yang sangat mempesona mata. Daratan sumba menyimpan keindahan alam dan kekayaan hayati yang khas. Kekayaan hayatinya tergurat dalam kain tenun ikat sumba yang bernilai tinggi karena memakai bahan pewarna alami dari tumbuhan.


 

Masyarakat sumba telah memproduksi kain tenun ikat sejak berabad-abad silam. Jenis kain tenun sumba ada beberapa macam, ada yang disebut hinggi yaitu kain untuk pria dan laupahikung, yaitu sarung untuk wanita. Selain motifnya, keunikan kain tenun sumba ada pada penggunaan bahan pewarna alami yang digunakan. Ada yang dari daun, akar, dan kulit kayu sebagai bahan dasar pewarnanya. 


 

Proses pewarnaan atau pencelupan bisa memakan waktu yang sangat lama karena disesuaikan dengan tumbuhnya tanaman pewarna pada musim tertentu, suatu proses yang rumit dan membutuhkan kesabaran. Karena bergantung pada bahan alami, maka pilihan warna pun terbatas. Selain mengandalkan kemurahan alam, masyarakat sumba juga menanam beberapa tanaman pewarna. Nasib kain tenun sumba sangat tergantung pada kelestarian tanaman pewarna dan tentu masyarakat sumba sangat menyadari hal tersebut sehingga hubungan harmonis dengan alam tetap lestari.